Membaca Peluang Korupsi Proyek Sumber Dana Desa Dari Kacamata Teknik Sipil
Salam civil engineer untuk rekan-rekan
semuanya
Dana Desa merupakan Induk dari APBDes mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, pertanggung jawaban, dan pelaporannya.
Dikutip dari Direktoral Jenderal Perimbangan Keuangan
Kementerian Keuangan,
Penggunaan Dana Desa diprioritaskan untuk membiayai
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat yang ditujukan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat desa, peningkatan kualitas hidup manusia serta
penanggulangan kemiskinan dan dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Desa.
Pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari Dana Desa berpedoman
pada pedoman teknis yang ditetapkan oleh bupati/walikota mengenai kegiatan yang
dibiayai dari Dana Desa.
Pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari Dana Desa
diutamakan dilakukan secara swakelola dengan menggunakan sumber daya/bahan baku
lokal, dan diupayakan dengan lebih banyak menyerap tenaga kerja dari masyarakat
Desa setempat.
Dana Desa dapat digunakan untuk membiayai kegiatan yang tidak termasuk dalam prioritas penggunaan Dana Desa setelah mendapat persetujuan bupati/walikota dengan memastikan pengalokasian Dana Desa untuk kegiatan yang menjadi prioritas telah terpenuhi dan/atau kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat telah terpenuhi.
Dana Desa dapat digunakan untuk membiayai kegiatan yang tidak termasuk dalam prioritas penggunaan Dana Desa setelah mendapat persetujuan bupati/walikota dengan memastikan pengalokasian Dana Desa untuk kegiatan yang menjadi prioritas telah terpenuhi dan/atau kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat telah terpenuhi.
Siapa yang berkuasa atas Dana Dana Desa Tersebut ?
Jawaban yang pertama jelas adalah
rakyat Desa atau masyarakat Desa.
Namun tentuk pelaksanaan dan pengelolaan dana ini
untuk mencapai sasaran yang ditarget harus ada penyelenggaranya. Tentu
penyelenggaranya adalah para perangkat Desa, dan Kepala Desa menjadi pengguna Anggaran (PA).
Sebelum Pekerjaan dan pemakaian dana desa ini maka terlebih dahulu dilakukan Proses :
======> Musyawarah Desa
======> Perencanaan
======> Pelaksanaan
Nah dimana letak potensi terjadinya
Korupsi terhadap proyek dana desa tersebut ? dan apakah bisa terjadi ? mari disimak
penjelasannya,
Pertama, (Tahap Perencanaan)
Kita ambil contoh misalnya kegiatan
pekerjaan proyek fisik
“Pembangunan Jalan Rabat Beton
Lorong A”
Pada saat tahapan perencanaan
kegiatan sudah tentu pasti akan dilakukan survey lahan dan situasi lokasi
tersebut bagaimana kelayakan tanah dasar dan faktor pendukung lainnya. Setelah
Survey dan pengukuran selesai dilakukan maka data akan diolah dan dibuat produk
DED (detail engineering design) sesuai dengan aturan Desa. Indikasi pertama
awal mula terjadinya potensi korupsi adalah padaa saat perkutatan atau
pengolahan perhitungan Volume oleh perencana,
Misal :
Misal :
Pada lokasi tersebut yang akan
dibangun tanah dasarnya (Existing) sudah ada lapisan base sirtu dengan
ketebalan rata-rata 10 cm. Namun oleh perencana Kondisi existing itu diabaikan
dengan tetap membuat item pekerjaan pasangan hampar sirtu setinggi 25 cm. Harusnya
jika melihat kebutuhan lapangan dengan pasangan sirtu 25 cm berarti hanya perlu
ditambah 15 cm lagi karena sudah ada sirtu existing 10 cm.
Namun pada kondisi tahapan
perencanaan ini barulah “Potensi” terjadinya Korupsi jadi belum terjadi. Nah kapan
Terjadinya ? baca selanjutnya
Kedua (Tahap Pelaksanaan)
Pada saat Produk perencanaan telah
selesai dibuat seperti diatas, maka pekerjaan siap dilaksanakan. Pada masa
pelaksanaan pekerjaan setiap pekerjaan dilakukan sesuai dengan petunjuk teknis
dan sesuai dengan gambar kerja. Nah tadi sudah kita bahas diatas bahwa ada
kekeliruan pada saat perencanaan terhadap item pekerjaan Sirtu. Apakah
disengaja atau tidak.
Apabila kekeliruan tersebut tidak
diperbaiki dan diabaikan maka disini telah terjadi perbuatan Korupsi baik
disengaja atau tidak. Bayangkan, :
Jika ada pekerjaan hamparan sirtu
pada jalan dengan lebar 5 m sepanjang 1 km (1000 m) dengan ketebalan/ketinggian
hamparan 25 cm. berarti volumenya adalah 1.250 M3 sirtu.
Jika 1 m3 sirtu adalah katakan Rp.
200.000,- maka totalnya adalah :
1.250 m3 x Rp. 200.000,- = Rp. 250.000.00,- (Dua
ratus lima puluh juta rupiah).
Nah akibat kekeliruan tadi terjadi
volume ganda dan tidak diperbaiki maka terjadi pencurian volume sebagai berikut
:
- Ketinggian Sirtu 25 cm
- Existing sirtu yang sudah ada 10 cm
- Berarti sirtu yang dikerjakan adalah 15 cm
Maka jika dikalikan harga satuan
dan volume yang dikerjakan :
Luas Jalan (P x L) 5 m x 1000 m =
5000 m
Ketebalan sirtu 15 cm
5000 m x 0.15 cm = 750
m3
Terjadi korupsi/pencurian volume :
1.250 m – 750 m3 = 500 m3.
500 m3 dikali harga sirtu per m3
adalah 500 m3 x Rp. 200.000,- = Rp. 100.000.000,- (seratus juta
rupiah).
Amazing
bukan ?????????
Nah buat para warga Desa marilah
sama-sama kita mengawal dan menjaga pemanfaatan Dana Desa
ini sebaik mungkin agar sesuai dengan fungsi dan kemaslahatan seluruh warga Desa.
Terima kasih telah membaca apabila
ada pertanyaan silahkan berkomentar insyAllah akan saya jawab. Dan mohon dibaca
dengan sebaiknya ini adalah ilustrasi Potensi Terjadinya korupsi terhadap Dana
desa.
Kalau tidak pernah ada musyawarah desa bagaimana pak
ReplyDeleteApakah setiap pekerjaan yang menggunakan dana desa harus ada musyawarah? Kok di desa saya tidak pernah dengar ya
ReplyDelete